Love Story In The Village
“Hari
ini ? apa itu tidak terlalu cepat ayah ?” kata Ananda kepada ayahnya
Hari ini adalah hari
Minggu. Ananda sedang menikmati coklat panas buatan sang bunda. Disaat yang
bersamaan ia sedang berfikir mengenai rencana liburannya. Ini memang hari
Minggu namun juga hari pertama liburan semester. Ia berencana untuk ke
Paris,namun sayangnya ayahnya telah membuat keputusan,bahwa liburan kali ini ia
harus ke desa menemani kakek dan neneknya.
“Ini tak cepat sayang. Lagi
pula,kamu kan sudah janji untuk menemani kakek dan nenek pada libur kali ini.
Sudahlah,segera ke kamar mu,benahi dan bereskan apa yang akan kamu bawa ke
desa.” Kata ayah ke Ananda
“Ayolah ayah, kali ini aku
ingin ke Paris,teman-teman ku juga sudah siap ke Paris. Ayolah ayah”
“Sudahlah Nanda,dengarkan
kata ayah,sekarang anak manis ke kamar yah !” bujuk bunda
“Oke, aku akan ke desa
dengan 3 syarat. Apa ayah dan bunda siap dengan sayarat-syarat itu?”
“syarat lagi ? apa setiap
kemauan mu harus dengan syarat ? kali ini ayah tak akan mundur, kamu tetap ke
desa tanpa syarat apapun !”
“tapi ayah...”
“tak ada tapi-tapian,
sekarang segera ke kamarmu”
Bagaikan karang yang
diterjang oleh gelombang laut, Ananda tak bisa berkata lagi disaat ayahnya
telah memutuskan keputusan konyol bagi dirinya. Ia hanya berjalan dengan
langkah kaki yang tak gentar bagaikan prajurit perang menuju ke ruang penuh
cerita bagi dirinya.
“Sudahlah,ayah
tak sayang lagi denganku. Kini apa yang harus aku lakukan selain mengikuti
perintah ayah ? Kadang-kadang ayah tak sejalan dengan fikiranku.”
Satu persatu,penutup tubuh
untuk 2 minggu di desa ia masukkan ke tas dan koper birunya dengan motif
doraemon,kartun kesukaannya. Segala persiapan telah selesai,kini ia masih ragu
untuk ke desa. Sesungguhnya yang ia takutkan adalah suasana desa yang tak sama
dengan suasana kota. Ia akan bertemu dengan beribu jalan dan beribu pemandangan
yang berbeda dengan hidupnya selama ini. Lalu, panggilan dari ayah dan bunda
memecah khayalannya.
“Ananda, segera turun,
jangan terlalu lama, ayah juga mau ke kantor, ada urusan dadakan.”
“Iya ayah,aku akan turun.”
Jam tangan yang sedari tadi
ada di pergelangan tangannya terus ia pandangi.
Satu persatu anak tangga ia turuni dengan wajah yang kurang yakin. Namun
matanya tak bisa berbohong seperti bibirnya yang tersenyum dihadapan ayah dan
bundanya.
“apa kamu sudah siap nak ?
tiba didesa, kamu hubungi bunda yah ? lalu,di desa kamu harus menjaga dan
merawat kakek dan nenek”
“Jangan manja,jangan
malas-malasan,pokoknya kamu harus kerja di kebun kakek”
“apa ? kerja di kebun kakek
? ayah, itu tak mungkin, kuku-kuku ku bisa rusak, kulit ku bisa hitam kena
sinar matahari, apa ayah tak punya pemikiran seperti itu ?”
“kamu tak usah ribut dengan
masalah itu, bukankah setelah dari desa uang ayah akan habis dengan perawatanmu
? sudahlah, ayo kita berangkat.”
“Iyaiya. Bunda aku pamit
dulu,doakan aku supaya bisa kembali ke rumah dengan waktu cepat dan dengan
selamat yah bunda.”
“Ish kamu ini Ananda, ingat
yah jangan malas-malasan”
“Iyah bunda. Aku pergi”
Ayah mengantarnya ke
stasiun dengan benda beroda empat dengan merk terlaris saat ini. Di perjalanan
ia tak henti memikirkan kejadian pertama tiba di desa orang tuanya. Setiba di
stasiun, ayah hanya mengangkat barang bawaannya ke kursi Ananda dan kembali ke
mobil.
-----
Tiga jam perjalanan. Kini ia mencari
sopir pribadi kakek.
“kemana sopir itu ? apa dia tak tahu,bahwasanya
aku telah menunggu sedari tadi ?”
“maaf non, apa nama nona adalah non
Ananda ?” suara lelaki sebayanya yang memecahkan amukan emosionalnya karena
sopir yang belum datang.
“Bukan, nama ku Ananda bukan non Ananda.
Kamu siapa ?”
“saya adalah sopir pengganti pak
Harun,kakek nona. Maaf saya baru tiba, tiba-tiba ayah saya tak bisa menjemput
nona, sehingga saya di berikan amanah untuk menggantinya. Namun, di perjalanan
ban mobil meletus sehingga harus di gantu terlebih dahulu.”
“sudahlah, saya tak ingin mendengar
alasanmu. Saya capek, angkat semua barang bawaan saya dan kita segera pulang.”
“baik non.” Tegas dari lelaki yang
memiliki badan lebih tinggi dari Ananda dan dengan tampan seusia dengannya. Ia
mengangkat dengan baik barang bawaan Ananda. Kemudian mereka bergegas menuju
rumah kakek.
Selama
perjalanan ke kediaman kakek yang hanya terdengar hanyalah bising dari
kendaraan dari luar jendela mobil. Roda dari kendaraan itu semakin cepat
ditambah omongan yangtak dipahami oleh Putra. Yah, Putra adalah nama dari anak
sopir pribadi kakek Ananda. Tak ada kata ramah yang diucapkan dari gadis
berusia 17 tahun itu. Ia hanya terus menyalahkan Putra yang telat menjemputnya
5 menit.
“Apa
orang desa semua seperti kamu yah ? masih muda sih, tapi kata-kata yang keluar
dari mulut kamu dewasa. Sangat dewasa malahan. Jadi bosan dekat-dekat dengan
orang seperti kamu.” Cemohon dari Ananda yang membuat Putra membenarkan posisi
duduknya.
“Tidak
seperti itu non. Saya diajarkan untuk berbicara sopan pada setiap orang yang ada
di sekeliling saya. Kata-kata saya bukan dewasa,melainkan saya menghormati
lawan bicara saya.”jawab Putra dengan halus.
“Sudahlah.
Aku tak ingin mendengarkanmu. Terlalu formal dan terlalu membosankan.” Katanya
dan perjalanan tetap sepi.
-----
Setengah
jam telah berlalu. Roda telah terhenti di depan sebuah vila yang menghentikan
kendaraan roda empat itu. Semua berlalu dengan rasa kesunyian,rasa amukan emosi
dan juga rasa lelah karena perjalanan Ananda yang cukup jauh.
“Apakah
sudah di depan rumah kakek ?” kata Ananda jetus pada Putra
“Iya
non” jawabnya bersiap keluar dari mobil
“Eits, sebelum turun dari
mobil ini. Kita harus membuat perjanjian awal” kata Ananda yang mengajukan
perjanjian pada Putra
“Perjanjian apa non ?”
jawab Putra
“Perjanjian awal antara aku
dengan kamu. Yang pertama,hanya di depan kakek kamu memanggilku non, selain itu
kamu cukup memanggilku Ananda. Kedua, saat kita saling berbicara kamu tak perlu
menggunakan kata baku, karena yang aku butuhkan hanya obrolan yang santai saja.
Ketiga, ikuti apa saja ucapan dan perintahku. Apa kamu paham semua itu ?”
katanya
“Baik non”
“Non ? sekarang kamu harus
mulai memanggilku tanpa kata non !” tegasnya
“Baik Ananda”
Kemudian, mereka
meninggalkan Honda Jazz merah yang elegant itu. Dan mereka memasuki bangunan
yang berdiri kokoh di tengah desa yang di sekitarnya di kelilingi oleh taman
bunga dan juga perkebunan teh dan jagung.Terdengar dari vila itu suara lelaki
tua yang memanggil namanya,seketika ia melihat dari kejauhan 5 meter.
“Ananda. Apakah itu kamu ?
apa kamu cucu ku ? nenek, cucuk kita telah datang. Ia akan bersama kita 2
minggu di rumah kita ini.” Teriak kakek rentan itu
“Iya kek, ini aku. Aku ke
sini untuk menemani kakek dan nenek. Aku akan menjaga dan merawat kakek dan
nenek hingga 2 minggu selama aku liburan.” Jawab Ananda
“Apa itu cucuku ? bagaimana
kabar mu ? apa kamu kelelahan ? Ananda,kami merindukanmu” kata nenek yang
menghampirinya
“Iya nek, aku baik saja.
Aku sangat kelelahan nek. Kakek,nenek izinkan aku untuk masuk ke kamar ku. Aku ingin
istirahat.” Katanya dengan rasa kelelahan
“baiklah cucuku, masuklah
ke kamar mu. Kami telah menyediakan kamar untukmu. Makan malam nanti,kita akan
berbicara tentang sekolah mu dan kehidupan kita.” Kata kakek mengizinkan Ananda
untuk berisitirahat
“terimakasih kakek. Aku
masuk dulu” jawabnya dan kemudian meninggalkan mereka yang berada di ruang
keluarga
“Bagaimana dengan
cucuku,Putra ? apa kamu senang dengannya ?”Kata kakek menggoda Putra yang
membuat pipi Putra menjadi merah merona.
“Maaf tuan, namun saya rasa
cucu tuan memang cantik. Tapi alangkah tidak sopannya saya ketika menggoda cucu
majikan saya” jawabnya
“kamu tak menggodanya hanya
saja, kamu sedang menjaga kehormatannya. Kalau begitu, kamu harus menjaganya
setiap saat selama di sini. Saya masuk dulu.” Kata kakek kepada Putra dengan
rasa yakin
“Baik tuan”
Ruangan itu kosong, langkah
kaki dari mereka yang tadinya di ruang itu tiba-tiba tak terdengarkan. Putra
yang terus kefikiran dengan perkataan kakek membuatnya semakin khawatir, ia
bahkan takut untuk mengatakan bahwa ia jatuh cinta pada cucu majikannya.
“apakah yang dikatakan tuan
tulus dari hatinya, apakah tuan memberikan kepercayaan itu dengan ku? Apa semua
ini hanya mimpi ? aku telah memulai hidup dengan seorang gadis yang cantik
jelita dan juga cucu dari orang termasyur di desa ini. Apa ini mimpi siang hariku
?” katanya dalam khayal yang terus membawanya ke alam tidurnya
-----
Mentari siang telah
tergantikan oleh bulan yang tak kalah dengan sinarnya yang terang di malam itu.
Kicauan burung takterdengarkan, angin malam telah merasuki tubuh yang tak
diselimuti oleh kain tebal. Semua masuk ke sarangnya masing-masing dan semua
manusia menghentikan aktifitasnya dan beristirahat di kediaman mereka.
“Selamat malam !” seru
Ananda yang telah berada di tengah kakek dan nenek di ruang makan
“selamat malam cucuku.
Silahkan duduk cucu yang cantik nan jelita. Nenek telah memasak masakan yang
sedap untuk cucu ku tersayang” kata nenek yang menydodorkan sup ayam yang masih
panas kepada Ananda
“terimakasih nenek,
nampaknya ini akan mengenyangkan perutku yang kelaparan sedari tadi” jawabnya
yang kemudian menyantap sup ayam yang dibuat oleh nenek
“Ananda, mulai besok Putra
akan menjagamu, dia akan mengawasi mu selama berada di desa ini. Kamu bisa ke
kebun dan juga ke peternakan kakek. Kamu bisa membantu Putra membajak sawah dan
juga menjaga bebek dan kambing kakek. Semoga kamu betah tinggal di sini.” Kata
kakek kepada Ananda
“Ananda akan membajak
sawah,bebek dan kambing namun, tidak bersama anak kampung itu. Maaf kek, namun
aku tak suka dengan anak kampungan itu. Ia terlalu desa dan ia tak seperti
dnegan ku yang menggunakan kata yang santai sesama dengan teman seusia kami.
Aku tak suka kek,nek” ungkapnya dalam makan malam itu.
“cucu ku, kamu hanya
berteman dengannya. Dia adalah perjaka di desa ini, dia anak lelaki yang
baik,bertanggung jawab serta dia ramah serta sopan kepada semua orang.
Sudahlah, nenek tak menggoda mu.” Kata nenek dnegan tawa kecilnya
“nenek... sudahlah, mari
makan” ajak Ananda
Sepekan telah berlalu.
Canda tawa Ananda bersama dengan kedua orang tua dari ayahnya membuatnya senang
berada di desa yang asri itu. Ia menemukan suasana yang tentram dan kemudian ia
menemukan teman baru. Yah, Putra. Seorang anak lelaki yang lahir dari keluarga
petani dan sopir pribadi kakek Ananda. Membajak sawah, menjaga bebek dan
kambing merupakan kegiatan rutin Ananda selama di desa ini. Dan ia lebih
bahagia lagi,karena ia di bantu oleh temannya,Putra.
Malam ini, Putra telah
berjanji untuk menemani Ananda bermain catur di rumah kakek, ia mengajaknya
dengan sebuah syarat. Ia ingin agar Ananda bisa membajak sambil menari tarian
tradisional dan kemudian mengajak para warga yang ada di desa itu bergembira
riang.
“Apa seburuk itu syarat
yang kau ajukan Putra ? bukan kah kita berteman, lantas apa tujuan mu ? Kamu
aneh, sekarang kamu telah berubah Putra. Kamu mulai main-main denganku”jawab
Ananda dengan rasa kesal
“Bukan seperti itu, tapi
aku...”
“Tapi apa ? apakah kamu
berniat memalukan ku di hadapan kakek dan nenek ?” tanya Ananda
“Tidak. Tapi aku ingin
menjadi orang yang selalu ada di sisimu. Dengan cara, aku ingin berjuang untuk
hal itu. Hal yang sebenarnya dari dahulu telah aku pendam. Apakah itu bisa aku
lakukan ? aku hanya ingin berjuang untuk mu,Nand” ungkapnya dengan rasa yakin
kepada Ananda
“Baiklah. Aku paham apa
maksudmu Putra desa. Kamu adalah pujangga. Iya,kamu ingin menjadi pujangga di
desa ini. Aku akan memberikanmu kesempatan itu. Baiklah, nanti malam setelah
makan malam, silahkan datang dengan alasan logis untuk bermain catur. Dan yang
kalah akan memenuhi perintah dari yang menang. Apa itu maksudmu ?”
“Iya, itu adalah maksudku
Ananda. Kalau begitu, silahkan kamu kembali ke vila. Karena ayah ku telah
menjemputmu di poros jalan sana” tegasnya seraya menunjukkan mobil yang
terparkir di pinggir jalan.
Tanpa berkata apapun,
Ananda kemudian meninggalkan Putra. Putra hanya tersenyum dengan rasa takutnya.
Ia takut untuk dikalahkan dengan Ananda yang juga ahli bermain catur di kota.
Sedangkan ia adalah lelaki yang bermain catur di desa kecil yang tak sepadan
dengan kota. Namun, baginya ini adalah perjuangan baginya untuk mendapat hati
dari gadis kota.
-----
Pukul 19.45, Putra telah
tiba di teras vila kakek,ia menunggu Ananda yang dari tadi tak menunjukkan
hidung mancung dan alis tebalnya. Ia tak terlihat. Rasa takutnya semakin
kencang, ia semakin takut dan dia menggigil tanpa sadarnya. Apakah seorang
Putra ahli catur akan dikalahkan ? Bulan yang berada sedari tadi menemani Putra
yang menunggu Ananda. Hingga Ananda keluar dan menemui Putra.
“Apakah kamu dari tadi
disini ?” tanya Ananda
“Menurut mu ? Bahkan bulan
pun baru saja muncul sejak aku tiba di tempat ini.” Jawabnya
“Baiklah tanpa basa-basi
lagi,kita akan memulai semua ini. Kamu tahu kan, sepandai-pandainya tupai
melompat pasti akan jatuh juga. Sepandainya kamu bermain catur,aku yakin kamu
akan terkalahkan oleh ku. Kamu juga harus yakin dengan itu.”Tegasnya dan mulai
memainkan catur dengan memajukan prajurit miliknya
“Apakah raja mu akan tetap
disitu ? Skat !” teriaknya dengan rasa senang
“Sial, kamu mengalahkanku ?
Ini tak adil.” Jawab Ananda dengan kesal
“Lantas, seperti apakah
yang adil itu nona kecil ? bukankah ini telah adil, aku bermain sesuai dengan
peraturan pada permainan catur.” Ungkapnya dengan memulai menggoda Ananda untuk
mengakui kekalahannya.
“Oke, sekarang apa yang
kamu inginkan ? aku akan menurutinya.” Tawaranpun dimulai oleh Ananda
“Berapa banyak yang bisa
aku minta ? Apakah semua yang aku inginkan bisa terwujudkan dari mu ?” tanyanya
dengan nada yang lebih serius
“Tentu, aku memberimu tiga
buah permintaan. Aku akan memberikan semua itu. Kecuali, jika kamu meminta emas
oleh burung merak, maka aku tak bisa mewujudkannya”
“Jika aku meminta hati dari
seorang gadis yang berdiri tepat dihadapanku,apakah kau bisa mengabulkannya?”
“Apa maksudmu ? Jangan
bercanda denganku !”
“Aku sedang jatuh hati pada
seorang gadis, gadis yang dengan gagah berani menantang ku untuk bermain catur
dan pada akhirnya ia aku kalahkan, kemudian seorang gadis yang semenjak
kedatangannyamembuatku terpesona dan membuatku untuk tetap terus disisinya,
seorang gadis yang selalu memberikan cahaya pada hari gelapku, yang aku rasa
telah merubah segala dari tiap sisi kehidupanku. Aku ingin hati dari gadis itu.
Apakah engkau bersedia ?” tanyanya dengan wajah yang penuh yakin yang
mengalahkan ekspresi wajah dari seorang presiden yang meyakinkan rakyatnya
“Apakah seorang pujangga
kampungan sepertimu pantas mendapatkan hati dari seorang putri kerajaan ? Aku
rasa tidak. Hanya dengan bermain catur sebuah hati tak bisa berpindah begitu
saja. Karena ini sebuah permainan maka aku tak bisa menerima dan merealisasikan
permintaanmu. Aku akan melakukan itu hingga ada dua bulan di langit ini. Apakah
kau tak merasa tersinggung ?”
“Untuk apa aku tersinggung,
aku tahu bahwa kamu akan menolakku dengan seperti ini, namun aku tak akan
berhenti aku sungguh menyukaimu disaat aku bertemu dengan kamu Ananda. Jika
memang yang kau inginkan adalah rasa kasih yang tulus aku akan memberikannya
untukmu. Aku akan berjuang untuk sebuah cinta yang baru aku temukan, darimu
Ananda. Sepertinya, bulan semakin terang, aku segera pamit. Aku harap mimpi mu
akan indah pada malam hari.” Dengan hati yang menguatkan, ia berjalan semakin
jauh meninggalkan Ananda. Dan Ananda hanya melihatnya dari kejauhan.
Bulan dan bintang yang
sedang bertaburan dilangit biru malam ini tak memberi rasa ketenangan pada hati
Ananda dan begitupula Putra. Mereka adalah dua sijoli yang sedang tertekan oleh
rasa batin mereka. Mereka saling mencintai, namun mereka tak ingin berusaha
kecuali Putra yang merasa bahwa cinta patut diperjuangkan. Berbeda dengan
Ananda yang yakin bahwa cinta akan hadir sesuka hati tanpa berjuang sedikitpun.
Mungkin malam ini tak akan ada mimpi indah yang singgah dalam tidur mereka. Selimut
tebal menyelimuti tubuh Ananda dan bantal doraemon kesayangannya yang setia
bersama dengannya. Juga selimut hangat rajutan seorang wanita yang kuat untuk
Putra menyelimuti malam dinginnya.
------
Setelah
permainan catur itu, Ananda tak pernah keluar dari rumah, ia menyendiri di
kamarnya ketika orang lain datang ke kediaman asri itu. Hingga kini, ia masih
tetap duduk termenung atas perkataan Putra malam itu, kini waktunya di desa
yang memberinya seribu cerita tinggal sehari hari lagi. Tak pernah ia berani
keluar dan menemui Putra. Selama menyendiri yang ia fikirkan hanya rasa
takutnya. Ia takut untuk jatuh hati pula kepada Putra, seorang pujangga di desa
ini. Gelora hasratnya untuk menyayangi dan melindungi Ananda memang kuat, dan
ia buktikan dengan mengirimkan berbagai kiriman bunga bahkan sebatang coklat
tiap harinya kepada Ananda. Walau kini, Ananda hanya menyimpan semua kiriman
itu di dalam sebuah kotak yang bisa menampung semua kiriman dari pujangga
hatinya.
“Ananda,
apakah kamu masih ingin di dalam kamarmu ? mentari telah terbit dari tadi,
kicauan burung telah terdengar dengan merdu, mereka memanggilmu, mereka
mengajakmu untuk keluar dari kamar sempit itu,marilah cucuku keluar dan
bersenang-senang.” Ajak kakek diluar kamar sambil mengetuk pintu kamarnya
“Tidak kek, aku akan tetap
disini,aku masih ingin menikmati pemandangan desa dari biliki jendela kamarku,
biarkan aku disini kek.” Katanya dan menutup telinganya dengan bantal yang ada
di sisi kanannya
Putra yang ternyata dari
tadi subuh ada di rumah kakek sangat cemas dengan kondisi ini. Ia merasa
bersalah, karena ucapannya yang mengungkapkan hatinya pada Ananda membuat
Ananda takut untuk memberi perasaannya pada Putra. Kakek dan nenek mengizinkan
Putra untuk masuk ke kamar Ananda dengan kunci cadangan yang memang telah lama
adanya.
“Aku tak bermaksud
membuatmu seperti ini, namun sungguh aku tak bisa membendung rasa
suka,kagum,cinta dan kasih ku untuk mu. Telah lama kita tak bertemu,aku
merindukanmu.” Ucapnya yang semakin mendekati Ananda
“Apa yang kamu lakukan
disini, bukankah pintunya aku kunci ? mengapa kamu masih disini, pergilah dari
ku, aku tak ingin menemui mu lagi. Pergilah !” pinta Ananda
“Maafkan aku, aku tak akan
pergi dari sini sebelum kamu keluar, apakah harus seperti ini ? jika memang
kamu tak ingin bertemu dengan ku, setidaknya kamu mengatakannya, bukan seperti
ini. Aku kecewa denganmu. Mungkin kecewa ini akan hilang disaat kamu keluar
dari ruangan ini,karena tuan dan nyonya menunggumu diluar.” Bujuknya
“Baiklah, aku akan berkata
jujur, aku akan keluar dari sini, disaat aku bisa berkata kepada mu bahwa
sebenarnya aku suka dengan segala pemberian dari mu, aku suka rasa takut mu
akan kehilanganku, aku suka rasa perduli mu kepadaku, aku suka canda dan
tawamu, bahkan kini aku mulai menyukaimu seutuhnya. Namun, aku takut. Aku takut
untuk itu, aku tak ingin kamu terluka. Karena setelah liburan aku akan kembali
ke kota dan kemudian kita tak akan bertemu. Apakah seperti itu yang kau
inginkan ? itulah alasanku untuk tak ingin bertemu dengan mu. Aku tak ingin
kamu menyukaiku. Aku ingin kamu melupakanku.” Katanya dengan tetesan air mata
yang ia keluarkan.
“Pujangga. Aku seorang
pujangga yang sedang bergelora pada cinta. Aku tak akan pergi,walau nanti
disaat kamu meninggalkanku, aku akan disini, aku akan menunggumu hingga liburan
yang akan datang. Aku akan berjanji padamu, sekarang ikutlah denganku.”
“Apa aku bisa mempercayaimu
?”
“tentu saja. Aku yakin kita
bisa melakukan semua itu”ungkpanya dengan memegang tangan Ananda dan membawanya
ke taman vila
Semua akan berakhir dengan
indah, disaat usaha dancinta bersatu dalam rasa yakin. Semua terlintas begitu
saja di benak Putra. Kini ia yakin bahwa ia telah menjadi pujangga yang sukses.
“Aku akan pergi dan akan
kembali pada liburan yang akan datang. Dan besok adalah hari terakhirku d desa
ini pada liburan ini. Aku sangat bahagia tinggal disini walau hanya beberapa
minggu saja. Bukankah ini sebuah kebanggan ?” tanyanya dengan tawa kecilnya
“Tentu saja, aku ingin kamu
kembali secepatnya, agar kita bisa bersama lagi.”
“apakah sekarang kita
pacaran ? Apakah kita memiliki hubungan layaknya anak ABG seusia kita ?
Bagaimana menurutmu ?”
“tentu saja, aku tak
menyebutnya kita pacaran, tapi aku meyakinkan mu bahwa aku mencintaimu,aku akan
menikahimu disaat usia kita telah cukup dan pantas untuk itu. Apakah kamu bisa
menunggunya ?”
“mengapa tidak. Beribu
cerita telah terukir di desa ini, dan semua itu tentang hidup baruku di desa
ini. Hubungan kita dan benda langit yang selalu menjadi saksi. Beribu cerita
ini akan tetap terukir indah di dalam hidupku. Aku menunggumu Putra,walau kita
tak pacaran aku akan menjaga hatiku untukmu Putra.” Kata Ananda dengan yakin
Mereka tertawa geli,
berpegangan tangan dan saling bertatapan. Mereka telah terjun dalam gelora
cinta. Ananda terjun dalam gelora sang pujangga dan sang pujangga memberikan
gelora cintanya pada seorang putri nan jelita. Mereka saling mencintai, walau
ini masih cinta monyet namun bagi mereka ini adalah cinta pertama yang tak akan
terlupakan.
Kata Ananda, desa tak akan
memberikan beribu cerita namun ternyata ia salah, kini ia sadar bahwa desa
ayahnya memberikannya beribu cerita. Beribu cerita dari desa yang di bumbui
dengan rasa cinta antara dirinya dan Putra.
Kata Putra, cinta harus di
perjuangkan. Dia benar, untuk mencinta seorang gadis seperti Ananda perlu
diperjuangkan. Bahkan jika bisa, ia akan memberikan beribu pelangi untuk Ananda
yang telah membuat Putra menjadi pujangga cinta yang bergelora di desanya.
Kini, mereka hidup dengan
jarak yang jauh. Namun,hati mereka selalu dekat. Ananda telah kembali ke kota
dengan mengakhiri liburannya dengan cerita yang indah. Musim hujan turun disaat
ia pergi, ia yakin bahwa hujan itu adalah air mata Putra yang menangisi
kepergiannya namun ia yakin akan ada pelangi yang akan memberikan pemandangan
yang indah setelah hujan itu. Semuanya bersuka riang. Bercanda gurau dan
mengukir beribu cerita di desa nan asri dan sejuk.
Ini cerita cinta dari
pujangga desa yang arif dan bijaksana kepada seorang gadis kota yang keras
kepala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar