“Sudah
siap kuliah?” Pertanyaan yang sering dilontarkan khusus untuk siswa kelas XII
yang masih terbata-bata akan dunia perkuliahan. Sosialisasi akan dunia
perkuliahan memang belum maksimal di kotaku, jika siswa tak aktif mencari
informasi maka ia akan tertinggal jauh. Bagaimana denganku? Awalnya, aku biasa
saja namun, seisi sekolah yang mulai membicarakan dunia kuliah membuatku
penasaran. Aku mulai dengan mencari bidang yang aku sukai. Mencari apa yang aku
suka ternyata tak mudah, butuh waktu yang cukup lama, hingga aku bolak balik
konsultasi dengan wali kelas serta guru BK.
Membuat list PTN beserta jurusan
yang aku minati sebagai langkah awalku. Aku hanya memilih dua PTN namun jurusan
yang aku pilih di setiap PTN sebanyak lima, hal ini membuatku bingung. Bahkan
aku harus mengurutkan akreditasi dari setiap jurusan. Aku mulai membuat semua
itu, hanya aku yang tahu apa yang aku sukai. Aku tahu ini bukan hal yang
sepele, aku harus memberanikan diri untuk bisa mengenal siapa aku dan apa yang
aku sukai. Dengan modal niat, tekad dan iringan doa maka ku tetapkan dan aku
meyakini bahwa pilihan ini adalah apa yang aku minati; Pendidikan Bahasa
Inggris (UM), Psikologi (UM) dan Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer
(UNM).
Apakah dengan memilih saja maka aku
bisa puas akan hari itu? Tidak. Aku harus melewati Ujian Nasional 2016 yang
akhirnya aku dinyatakan lulus dengan nilai rata-rata yang jauh dibawah dari
anganku, sangat jauh. Aku menganggap bahwa itu adalah musibah atas kecerobohanku,
aku menyalahkan diriku karena hari kelulusanku membuat orang-orang terdekatku
menjadi kecewa. Aku benci hari kelulusanku saat itu, aku benci akan nilai
kejujuran yang tak seadil dalam pikiran. Hentakkan kaki, air mata yang
berkuasa, pintu yang terbang, kemudian aku yang hanya bisa diam.
Aku malu pada Tuhan, kepada kedua
orang tua, keluargaku bahkan aku malu pada diriku sendiri, untuk keluar dari selimut
tempat persembunyianku pun aku tak berani. Seakan aku telah kalah dari mimpi
serta angan yang kuciptakan sendiri. Kemudian, aku memutuskan untuk berhenti
bermimpi, aku berhenti menggapai cita-cita. Tapi, aku ditampar oleh waktu, aku
bertanya mengapa waktu dengan begitu cantik memainkan hidupku. Waktu
mengirimkan orang-orang yang kemudian membawaku keluar dari selimut
persembunyiaan. Aku tak bersyukur saat aku bisa keluar dari persembunyiaan itu.
Tuhan begitu baik, Tuhan kirimkan kabar kelulusanku di PTN prioritasku,
walaupun aku pernah marah kepada-Nya, namun Tuhan mengembalikkan rasa percaya
diriku. Aku lulus di Psikologi Universitas Negeri Malang. Aku bersyukur atas
kehadiran Sang Ilahi, sungguh aku bahagia, aku menarik segala bentakkanku
kepada waktu, kepada kejujuran dan kepada pintu yang selalu ku terbangkan.
Awalnya aku berpikir bahwa ini
adalah keajaiban tapi bukan, ini adalah pilihan petualangan dari pendidikanku
selanjutnya. Petualangan yang harus
ku selesaikan tidak lebih dari empat tahun. Aku harus hidup sendiri di tempat
yang sangat asing bagiku, dan itu atas kemauanku sendiri. Bagaimana kerasnya
kehidupan di tempatku yang baru, aku harus pantang untuk mengatakan ‘aku tak
sanggup, aku menyerah’ dan aku menjadikan kalimat itu sebagai musuh terbesar
dalam hidup ku sejak Tuhan mengirimkan kabar baik untuk kami.
***
“Anakku, apakah engkau bisa meninggalkan
ibumu ini?” wanita berambut putih bertanya kepadaku. “Aku akan baik-baik saja,
ibu” hanya itu yang bisa ku katakan, tapi aku membatin “Jujur, aku akan rindu
denganmu, aku akan menjadi yang lebih baik ibu, aku akan membayar dosa atas
tempo hari yang membuatmu harus meneteskan air mata akan prestasiku, aku tahu
ini sulit untuk mu, bahkan sangat sulit untuk kita, tapi aku harus meyakini
ibu, aku bisa melewati ini dengan baik hanya doa yang aku pinta dari dirimu”
Sejak aku mencoba membuat mereka
yakin, mereka mulai menerimanya walau masih ada penawaran dari mereka agar aku
melanjutkan studi di kotaku saja. Aku tak meyakini mereka seorang diri, namun
pihak sekolah dan keluargaku yang lain juga membantuku. Aku tahu mereka peduli
denganku dan aku tahu seorang putri yang akan keluar dalam waktu lama dari
istana akan selalu dicemaskan oleh raja dan ratu. Namun, raja dan ratuku sangat
bijaksana, mereka memperbolehkanku dengan tetap mengabari serta melakukan
hal-hal yang baik dan menjauhi perilaku yang tak terpuji. Putri mana yang ingin
membuat raja dan ratu menjadi khawatir, aku pasti akan selalu ingat nasihat
mereka.
“Kita akan pisah yah? Apa kita bisa,
padahal kita melakukan segala hal bersama, sejak kita masih berada pada
gendongan ibu hingga kita sebesar ini?” kata gadis yang usianya terpaut enam
bulan lebih tua dariku. “Ya, kita punya cita-cita yang sama kok, jadi tenanglah
aku akan pulang, itu sudah pasti”. Memang berat untuk meninggalkan mereka,
keluarga yang selalu ada disisiku. Aku tak perduli akan kekurangan dari
keluargaku, kami hanya punya tugas untuk menjaga satu sama lain. Aku tak akan
berhenti menemani mereka, walau aku jauh, aku menemani mereka dengan doa,
seperti apa yang juga mereka lakukan saat aku berada jauh dari istanaku.
***
#RuangProductiveTim1 #21DaysWritingChallenge