Sabtu, 03 Maret 2018

Aku dan Waktu

Apa yang kulakukan pada sang waktu?
Ketika waktu dengan baiknya memberikanku kesempatan akan berprestasi.
Ketika waktu dengan baiknya memberikanku kesempatan akan hidup yang bermakna.
Ketika waktu dengan baiknya mengajarkanku untuk terus bersabar.

Sungguh, aku dan waktu terkadang sejalan
Sekiranya tidak, itu karena aku yang menganiaya sang waktu.
Ketika waktu berada pada jalan yang sama akan apa yang kupikirkan, segalanya berjalan dengan baik.

Ditengah perjalanan hidup, ku pikirkan akan waktu yang efektif
Kubuat sebuah kerucut akan waktu yang efektif lengkap dengan rancangan kegiatan didalamnya.

Hal produktif apa yang bisa aku lakukan untuk waktu yang efektif? Pertanyaan itu selalu berulang akhir-akhir ini. Berhubungan akan untung rugi terhadap diri.
Ah, aku bersyukur Tuhan.
Ketika pertanyaan ini muncul, banyak hal yang menjadi jawabannya.
Yah, aku disibukkan akan tugas kuliah, ikut kegiatan A,B, dan C bahkan mengikuti pembinaan yang dulu tak pernah kuikuti. 

"Deadline tugas luar biasa banyaknya"
"Duh, capek buat laporan ini itu"
"Ah, males garap tugas, turu ae"
"Kok mager ikut pembinaan yah"
"Malas hadir rapat deh"

Tampaknya, hal terpenting bukanlah hal tentang keuntungan diri saja melainkan kebermanfaatan pada sesama.

Banyak hal-hal yang perlu aku tuntaskan. Ku gunakan waktu seefektif mungkin, menuntaskan apa yang telah aku mulai. Menjadi produktif sebuah semoga yang kupanjatkan tiap saatnya. 


#RuangProductiveTim1 #Day21

Maaf

Maaf.
Sebuah kata yang harus terucap tiap manusia melakukan kesalahan, termasuk aku dan kamu.
Kata sederhana yang sering dilupakan karena dianggap tak bermakna.
Sekecil apapun sebuah kesalahan, kata maaf pantang tuk dilupakan.
Karena maaf akan selalu membawa bekas baik dihati penerimanya.

Maaf.
Sebuah kata yang harus kuucapkan kepadamu.
Dikala mentari begitu terik hari itu.
Sebuah luka kuyakin telah menggores bagian hati lunak milikmu.
Katamu kau tak marah, namun kecewa siapa yang bisa menyangkalnya?

Maaf.
Sebuah kata yang kuharap mampu meluluhkan hatimu kembali.
Mengembalikan kita pada situasi yang bebas dari sekat yang semakin menebal.


#RuangProductiveTim1

Hujan di Sore itu

Aku tak mengharap sebuah balasan pesan darimu, hingga aku sengaja sibuk dengan hal-hal yang dapat melupakan aku tentangmu.
Hanya sekejap, sungguh tak lama dari apa yang tlah kukatakan.

Telpon genggam selalu ada pada tanganku, jariku begitu mahir mengetik satu persatu pesan lalu mengirimkannya kepada beberapa orang, tapi itu bukan untukmu.

Sejam, dua jam, tiga jam kemudian...
Hujan datang dengan begitu sempurna. Tak ku perdulikan suara tiap-tiap air yang jatuh ke bumi. Aku sedang sibuk.

Lagi-lagi hanya sekejap.
Sebuah pesan dari aplikasi instagram berhasil memecahkan kesibukan yang susah payah kubuat.

Perhatian sederhana yang kau berikan di sore itu, sungguh tepat sasaran di hati.
Tak sejam dari perhatian yang kau berikan, sosok kamu yang kunanti tlah ada di depan rumah berlantai empat ini.

Hujan di sore itu berubah menjadi begitu hangat karena hadirmu. Tersenyum singkat namun berarti. Pertemuan tanpa rencana ketika hujan di sore hari.


#RuangProductiveTim1

Senin, 26 Februari 2018

Sebuah Pengharapan

Aku diam-diam mengharapkanmu. Berselimut rindu, menabur rindu pada langit di malam hari, dan tersenyum pada rembulan seakan aku sedang tersenyum kepadamu.

Aku diam-diam mengharapkanmu. Dalam untaian doa, aku menyebut berulang kali namamu. Sudah jelas bahwa aku sangat mengharapkanmu.

Tapi, sebuah pengharapanku membawaku lupa akan suatu hal. Aku lupa meminta izin kepada dirimu, sosok yang kemudian tanpa malu aku sebut dalam dialogku bersama Tuhan.

Ah, aku tak perduli. Jika kau tak mengizinkan ku, aku tak jua perduli. Mengapa? Karena aku yakin, sebuah pengharapan akan sukses ketika ada usaha nyata dalam prosesnya.

#ruang productivetim1

Kau Memanggilku Aisyah

Awalnya hanya sebuah pertemuan biasa, ada aku, kamu dan seorang teman yang menjadi jembatan pertemuan kita. Di sebuah perpustakaan kampus yang saat itu ramai pengunjung, padahal masih liburan. Awalnya hanya sebuah pertemuan biasa, menatap tanpa sebuah perasaan, aku dan kamu tampak biasa saja. Di sebuah meja bundar, bercengkrama bersama tanpa ada rasa. Awalnya hanya sebuah pertemuan biasa, mengirim pesan dan berbalas pesan sebatas keperluan tugas. Di sebuah kota yang dijuluki kota bunga.

Kemudian, pertemuan kita tak menjadi biasa. Hanya ada aku dan juga dirimu. Membahas rasa yang tersirat dan menafsirkan masing-masing. Pertemuan kita tak menjadi biasa, saat sekotak makanan kau tawariku di pagi itu, ah sangat manis perilaku mu. Pertemuan kita semakin tak biasa, saat kita berjalan berdua disebuah taman kota.

Aisyah.
Kau memanggilku dengan sebutan itu. Salah satu nama wanita yang mulia, terkenal akan paras cantiknya, dan juga akhlaq yang baik.

Kau memanggilku Aisyah, ketika aku mulai bertindak seperti anak kecil yang meminta permen berwarna-warni. Bukan hanya itu, kau memanggilku Aisyah, ketika engkau memanggilku dalam bungkusan rindu.

Katamu. Tak ada yang bisa diminta pengharapan selain kepada-Nya tanpa terkecuali tapi khusonkan bahwa segala sesuatu akan tercapai atas izin-Nya, seperti aku yang akan datang bukan sebagai teman pria mu, tapi sebagai calon imam mu.

Dibelakangmu, diam-diam aku mengamini permohonanmu pada Tuhan.

#ruangproductivetim1

Terpaku

Sepertinya aku terpaku padamu. Disaat beberapa orang menghampiriku, tatapanku tertuju padamu. Satu kali masih sebuah hal wajar. Kedua kalinya ada detak yang tak menentu di dada.Ketiga kalinya kau menatapku jua, pertanda kah bahwa aku tak sendirian terpaku pada satu objek saja? Melainkan ada kamu pun yang terpaku padaku.

Sayang seribu sayang. Hipotesis ku salah. Aku membuat praduga atas dasar perasaan yang kadang benar dan kadang salah. Aku hanya terpaku sendiri. Menatap mu seorang kemudian beralih menatap dirimu bersama orang lain. Tepatnya wanita lain yang bukan aku.

Aku masih saja berada pada posisiku. Serasa berat untuk membalikkan tubuh dan menghindar dari tatapanmu. Tapi, aku terlanjur terpaku pada satu objek yang kusebut, dirimu. Sekali saja untuk terakhir kalinya, tatap mataku dan kubacakan sebuah mantra agar engkau pun terpaku padaku.


#ruangproductivetim1

Ayunan dan Waktu

Hari itu, aku beristirahat sejenak setelah mengitari taman Singha Merjosari. Aku memilih duduk di sebuah pinggiran kotak pasir yang disana pun ada sebuah ayunan. Disuguhkan pemandangan akan riangnya anak-anak ketika bermain dengan ayunan itu membuatku teringat akan masa kecilku. Berayun-ayun seakan menyapa seisi dunia.

Tak ada beban pada raut wajah mereka. Mereka begitu lepas tertawa seiring dengan laju ayunan. Ah, aku ingin kembali di masa itu. Bermain riang bersama kawan, tanpa ada kecemburuan sosial atau praduga yang menjadi penyakit hati. Tapi, itu sebuah keinginan yang sangat rancuh. Tak mungkin ku putar kembali waktu dan ku sentuh lagi masa itu. Biarlah semua berlalu, mungkin hari esok, ketika aku memiliki anak, aku akan mengajarkan pada mereka bagaimana menjaga frekuensi kebahagiaan hingga ia tumbuh dewasa seperti aku saat ini. Harapanku sederhana, aku tak ingin anak-anakku menjadi penikmat waktu yang tak bermanfaat, menyalahkan waktu seenak jidatnya dan larut dalam fana'nya dunia.

Dijadikan indah pada pandangan (manusia) kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik (surga). [Ali Imran:14].